watch sexy videos at nza-vids!

CERITA 25
Kebetulan Membawa Nikmat


Saya adalah seorang laki-laki kira-kira berumur 33 tahun, tinggi sekitar 172 cm dengan wajah lumayan (kata teman-teman). Saya sudah bekerja dan sekarang sedang menjalani tugas keluar kota yaitu Semarang. Kisah saya ini baru terjadi sebulan yang lalu. Pada saat itu saya sedang melakukan perjalanan dari Semarang ke Jakarta naik kereta api Argo Bromo. Dari Semarang kira-kira jam 12.00 siang. Kebetulan saya duduk berdampingan dengan seorang wanita kira-kira berumur 35 tahunan. Wajahnya tidak begitu cantik, tetapi potongan tubuhnya begitu seksi dengan pakaian kaos atas berlengan panjang dengan belahan leher yang agak ke bawah dan celana sedikit longgar.

Dadanya begitu menonjol dengan memperlihatkan garis belahan dada yang putih bersih. Saya memperkirakan ukuran susunya 36B. Setelah menaruh tas yang tidak begitu besar, dia duduk di sebelahku dan menyapa,
“Selamat siang Dik.”
“Selamat siang juga Bu…” jawabku.
“Adik mau ke mana?” tanyanya.
“Mau ke Jakarta Bu, kalau Ibu?” tanyaku balik.
“Kalo gitu kita sama”, jawabnya.

Begitulah perjalanan sampai akhirnya kereta api sudah hampir sampai di Stasiun Jatinegara, dia menyapaku kembali,
“Turun di mana Dik?”
“Jatinegara, Bu?” kataku sambil bertanya lagi.
“Saya juga turun di Jatinegara.” “Kalo gitu kita bisa sama-sama turun”, katanya.

Pada waktu dia mengambil tasnya dari atas tempat duduk, sementara saya masih duduk, terlihatlah tonjolan buah dadanya yang kelihatan tambah besar karena tertarik tangannya ke atas. Saya sudah membayangkan betapa nikmatnya orang yang dapat meremasnya.
“Adik naik apa?” tanyanya kembali.
“Mungkin naik taksi Bu”, jawabku.
“Saya juga naik taksi”, katanya.
“Tapi saya agak takut sebetulnya kalo sendirian, karena kata orang di Jakarta kalo naik taksi sendirian berbahaya”, katanya lagi.

Pucuk dicinta ulam tiba. Tawaranya saya sambut dengan buru-buru.
“Kalau tidak keberatan boleh saya antar.” Dan kebetulan arah kami agak searah sehingga tidak ada alasan dia menolaknya. Singkat kata, kami sudah berada dalam satu taksi. Tiba-tiba tangannya dijatuhkan ke pahaku seperti sengaja dan tidak sengaja, saya agak kaget. Dia kelihatannya tahu dan minta maaf.
“Maaf ya Dik… nggak sadar.”
“Oh, nggak apa kok Bu”,
“Jangan panggil Bu, Mbak gitu lho”, katanya.

Sampai di rumahnya, saya dipersilakan masuk. Saya turuti kemauannya. Dia kemudian masuk dan keluar sudah dengan pakaian yang lain. Atasannya adalah kaos ketat dengan model you can see, sehingga buah dadanya kelihatan makin aduhai, apalagi dilihat dari samping, kelihatan daging menonjol putih meskipun tidak terlalu banyak. Sedang bawahannya rok span di atas lutut, sehingga kakinya yang kuning langsat mengundang birahi siapa yang melihatnya. Terus terang saya bengong sampai dia menyapa,
“Ayo Dik diminum, kok bengong aja.”
“Suami Mbak ke mana?” tanyaku untuk mengalihkan kebengonganku.
“Oh.. dia masih nganterin anak ke kursus Bahasa Inggris, nanti pulangnya kira-kira jam 21.00 (pada saat itu masih jam 18.15). Sambil berbicara, dia merebahkan pantatnya didekat tempat duduk saya, sehingga tonjolan buah dadanya tersentuh oleh siku saya. “Aduh mak”, batin saya.

Kemudian saya pura-pura mengambil korek api yang ada di dekat dia duduk, sehingga tangan saya melintang ke depan dia dan tersentuh kembali buah yang besar itu, dia diam saja. Tiba-tiba tanpa kusadari, tangan kananku sudah melingkarkan ke lehernya dan dia diam saja. Akhirnya dengan kenekatan luar biasa, kucoba mencium bibirnya dan membalasnya. Di luar dugaan, dia langsung pagut bibir saya dan lidahnya menari-nari di dalam mulut saya “Aah.. aaah.. aah..” Saya langsung singkap kaos tanpa lengannya, dan kutarik ke atas BH- nya, maka keluarlah dua buah dada yang besar dan putih dengan putingnya berwarna merah kehitam-hitaman. Ukuran putingnya kecil untuk ukuran wanita seusianya. Kuelus-elus buah dadanya dan kupilin putingnya. “Aah.. ah… aduh… heh… heh…” Tangan kanannya tidak kalah galaknya, mulai menyusup ke celana dalam saya dan langsung menggenggam penis saya yang masih di dalam. Tangan kirinya membuka retsluiting celana saya dan kemudian kedua tangannya memelorotkan celana panjang dan CD saya sampai penis saya keluar dengan tegaknya. “Aauuu…” aku merintih nikmat.

Kemudian tangan kanan saya mengusap perut dan akhirnya ke lubang kemaluannya. Aduh mak sudah basah. “Dik, terus dik jangan dilepas Dik… aaahhk… ahhh”, dia mengerang kenikmatan ketika tanganku mulai mempermainkan klitorisnya. “Uugh… ugh…. ahhhh… aduh… aku sudah nggak tahan Dik… masukkan sekarang ya…” katanya. “Baik Mbak”, jawabku.

Kemudian aku menindihnya sementara dia berbaring di kursi panjang dengan sebelah kakinya terjuntai ke lantai, sehingga lubang kemaluannya yang kelihatan sudah basah dengan klitorisnya yang memerah kelihatan sekali. Aku mulai memasukkan penisku ke dalam liang kemaluannya dan “Aagh… agh… agh… terus Dik sampai dalam, agh… agh..” Aku terus memompa dan memompanya dan… “Aduh Dik aku sudah nggak tahan… aku mau ke…” erangya. “Tahan dulu Mbak…” Kemudian kemaluanku kucabut dari lubang kemaluannya dan mulutku kudekatkan ke lubang kemaluannya, dan kusedot klitorisnya sampai dia menggelinjang-gelinjang nggak karuan dan tidak berapa lama, “Aaahh… heh… heh…” napasnya tersengol-sengol. Kemudian penisku kumasukkan ke liang kemaluannya dan kupompa-pompa dan ganti aku yang mencapai klimaksnya dan, “Aaaghhh… ahhh aduh… Mbak nikmat sekali Mbak”, kataku. “Aku juga Dik.” Kemudian kami saling membereskan diri masing-masing.

Kemudian hari-hari selanjutnya kami isi dengan pertemuan-pertemuan rutin hampir tiap hari dan kebanyakan pertemuan di hotel-hotel atau di motel-motel yang lebih bebas. Kini bukan lagi rasa hanya sekedar iseng tetapi aku sudah kena hatiku yang paling dalam yaitu cinta, meskipun aku sudah beristeri. Aku tidak tahan kalau tidak bertemu sehari saja. Alasan selalu dapat aku cari saat-saat jam kantor, sehingga tidak membuat curiga isteriku. Sehingga pada suatu saat, kami bertemu dan sewa kamar hotel.

“Dik Rully…” katanya lembut.
“Ya, Mbak…” kataku.
“Aku sebetulnya ma.. mau mengatakan sesuatu.”
“silakan Mbak.. masalah apa?” tanyaku.
“Masalah kita berdua.”
“Aku sebetulnya mulai merasakan cinta kepada Dik Rully, rasanya aku sudah bukan iseng lagi”, katanya agak tidak bersuara.
“Aku juga begitu Mbak…” jawabku sambil tanganku merangkul lehernya saat kami bersandar di tempat tidur hotel.
“Tapi”, katanya.
“Tapi apa Mbak? tanyaku nggak sabaran.
“Aku harus meninggalkan kota Jakarta untuk ikut suami di Surabaya.
Dia di Jakarta hanya bersama anaknya yang masih SD, sedangkan suaminya bekerja di Surabaya.

Kami terdiam untuk beberapa saat. Tiba-tiba aku dipeluknya dengan erat sambil berkata, “Dik, ini pertemuan terakhir kita, tolong puaskan Mbak ya…” pintanya sambil menciumku. “Ya… Mbak..” aku juga membalas ciumannya dan kami saling berpagut. Lidah kami saling beradu. Tanganku mulai menelusuri T-shirtnya yang ketat tanpa BH, (sudah disiapkan dari rumah), dan menariknya ke atas, sehingga susunya yang besar mencuat keluar. Tanpa menunggu lagi tanganku sudah meremas kedua buah besar tadi. Kupilin-pilin putingnya, “Aahk… ahk… Dik… enak Dik.” Kemudian kepalaku kutundukkan dan bibirku mencium dan menyedot puting dengan perlahan dan lemah lembut sambil tangan kananku mulai meraba perut, turun ke bawah dan menyentuh celana dalamnya yang sudah basah, “uhk… uhk… ahk… Diikk… terus Dik enak ehm… ehm ahk…” dia melenguh nggak karuan. Kemudian dia mulai bereaksi, tangannya dengan nggak sabar membuka ritsluiting celanaku dan mengeluarkan penisku yang sudah tegang dan pucuknya sedikit basah.

Ditariknya penisku dan dimasukkan ke dalam mulutnya yang sebelumnya belum pernah dia lakukan. “Augh…” Aku mendesah kenikmatan. “Mbak… kotor Mbak…” kataku. “Nggak apa Dik untuk perpisahan kita.” Dia tidak perduli dan mengulumnya dan mengocok penisku dengan mulutnya. Aduh rasanya seperti di awang-awang. Aku juga tidak sabar lagi dan kuturunkan kepalaku sampai mencapai liang kemaluannya dan kucium, kujilat, kemudian kukulum klitorisnya sampai dia mengerang kenikmatan, “Aahk… ahk… ahk… Dik… ahk… aku nggak tahan Dik…” Aku juga nggak perduli terus kuhisap itu klitorisnya, “Ahk… ahk… terus seperti itu. “Dik… masukkan ya… aku sudah nggak tahan… aughk…” saat kusedot klitorisnya, dan “Aaaahhh… Dik aku mau keluar Dik… tahan Mbak…” sambil aku membalikkan badanku sehingga aku menindihnya dan kucium bibirnya kembali sambil batang kemaluanku mencari-cari lubang kemaluannya dan sleeep, penisku masuk ke lubang kemaluannya dan “Aahk… ahk…” bibirku menyedot puting susunya yang kecil agak kehitam-hitaman, “Auh… auh… auh…” Nggak berapa lama, “Aaahhh… aku keeeluuarrr ahhhhaahhh…” bersamaan dengan itupun aku juga memuncratkan air maniku ke rahimnya dan “Aaagh… aahhh… Mbak, Mbak… aku juga keluar.” Kemudian tubuh kami menggeletak dengan lemas. “Dik… terima kasih ya”, katanya. “Aku juga terima kasih Mbak.

2 hari kemudian aku bertemu lagi dengannya dan mengulangi pergumulan hebat seperti kemaren lagi…


TAMAT

CERITA 25
Akibat ranjang terlalu sempit


Setelah aku kawin dengan anaknya dan memboyong istriku kerumah kontrakanku, mertuaku rajin menengokku dan tidak jarang pula menginap satu atau dua malam.

Karena rumahku hanya mempunyai satu kamar tidur, maka jika mertuaku menginap, kami terpaksa tidur bertiga dalam satu ranjang. Biasanya Ibu mertua tidur dekat

tembok, kemudian istri ditengah dan aku dipinggir. Sambil tiduran kami biasanya ngobrol sampai tengah malam, dan tidak jarang pula ketika ngobrol tanganku

bergerilya ketubuh istriku dari bawah selimut, dan istriku selalu mendiamkannya.

Bahkan pernah suatu kali ketika kuperkirakan mertuaku sudah tidur, kami diam diam melakukan persetubuhan dengan istriku membelakangiku dengan posisi agak

miring, kami melakukankannya dengan sangat hati hati dan suasana tegang. Beberapa kali aku tepaksa menghentikan kocokanku karena takut membangunkan mertuaku.

Tapi akhirnya kami dapat mengakhirinya dengan baik aku dan istriku terpuaskan walaupun tanpa rintihan dan desahan istriku.

Suatu malam meruaku kembali menginap dirumahku, seperti biasa jam 21.00 kami sudah dikamar tidur bertiga, sambil menonton TV yang kami taruh didepan tempat

tidur. Yang tidak biasa adalah istriku minta ia diposisi pinggir, dengan alasan dia masih mondar mandir kedapur. Sehingga terpaksa aku menggeser ke ditengah

walaupun sebenarnya aku risih, tetapi karena mungkin telalu capai, aku segera tidur terlebih dahulu.

Aku terjaga pukul 2.00 malam, layar TV sudah mati. ditengah samar samar lampu tidur kulihat istriku tidur dengan pulasnya membelakangiku, sedangkan disebelah

kiri mertuaku mendengkur halus membelakangiku pula. Hatiku berdesir ketika kulihat leher putih mulus mertuaku hanya beberapa senti didepan bibirku, makin lama

tatapan mataku mejelajahi tubuhnya, birahiku merayap melihat wanita berumur yang lembut tergolek tanpa daya disebelahku..

Dengan berdebar debar kugeser tubuhku kearahnya sehingga lenganku menempel pada punggungnya sedangkan telapak tanganku menempel di bokong, kudiamkan sejenak

sambil menunggu reaksinya. Tidak ada reaksi, dengkur halusnya masih teratur, keberanikan diriku bertindak lebih jauh, kuelus bokong yang masih tertutup daster,

perlahan sekali, kurasakan birahiku meningkat cepat. Penisku mulai berdiri dan hati hati kumiringkan tubuhku menghadap mertuaku.

Kutarik daster dengan perlahan lahan keatas sehingga pahanya yang putih mulus dapat kusentuh langsung dengan telapak tanganku. Tanganku mengelus perlahan kulit

yang mulus dan licin, pahanya keatas lagi pinggulnya, kemudian kembali kepahanya lagi, kunikmati sentuhan jariku inci demi inci, bahkan aku sudah berani

meremas bokongnya yang sudah agak kendor dan masih terbungkus CD.
Tiba tiba aku dikejutkan oleh gerakan mengedut pada bokongnya sekali, dan pada saat yang sama dengkurnya berhenti.

Aku ketakutan, kutarik tanganku, dan aku pura pura tidur, kulirik mertuaku tidak merubah posisi tidurnya dan kelihatannya dia masih tidur. Kulirik istriku, dia

masih membelakangiku, Penisku sudah sangat tegang dan nafsu birahiku sudah tinggi sekali, dan itu mengurangi akal sehatku dan pada saat yang sama meningkatkan

keberanianku.

Setelah satu menit berlalu situasi kembali normal, kuangkat sarungku sehingga burungku yang berdiri tegak dan mengkilat menjadi bebas, kurapatkan tubuh bagian

bawahku kebokong mertuaku sehingga ujung penisku menempel pada pangkal pahanya yang tertutup CD. Kenikmatan mulai menjalar dalam penisku, aku makin berani,

kuselipkan ujung penisku di jepitan pangkal pahanya sambil kudorong sedikit sedikit, sehingga kepala penisku kini terjepit penuh dipangkal pahanya, rasa

penisku enak sekali, apalagi ketika mertuaku mengeser kakinya sedikit, entah disengaja entah tidak.

Tanpa meninggalkan kewaspadaan mengamati gerak gerik istri, kurangkul tubuh mertuaku dan kuselipkan tanganku untuk meremas buah dadanya dari luar daster tanpa

BH. Cukup lama aku melakukan remasan remasan lembut dan menggesekan gesekkan penisku dijepitan paha belakangnya. Aku tidak tahu pasti apakah mertuaku masih

terlelap tidur atau tidak tapi yang pasti kurasakan puting dibalik dasternya terasa mengeras. Dan kini kusadari bahwa dengkur halus dari mertuaku sudah

hilang.., kalau begitu..pasti ibuku mertuaku sudah terjaga..? Kenapa diam saja? kenapa dia tidak memukul atau menendangku, atau dia kasihan kepadaku? atau dia

menikmati..? Oh.. aku makin terangsang.

Tak puas dengan buah dadanya, tanganku mulai pindah keperutnya dan turun keselangkangannya, tetapi posisinya yang menyebabkan tangan kananku tak bisa

menjangkau daerah sensitifnya. Tiba tiba ia bergerak, tangannya memegang tanganku, kembali aku pura pura tidur tanpa merrubah posisiku sambil berdebar debar

menanti reaksinya. Dari sudut mataku kulihat dia menoleh kepadaku, diangkatnya tanganku dengan lembut dan disingkirkannya dari tubuhnya, dan ketika itupun dia

sudah mengetahui bahwa dasternya sudah tersingkap sementara ujung penisku yang sudah mengeras terjepit diantara pahanya.

Jantungku rasanya berhenti menunggu reaksinya lebih jauh. Dia melihatku sekali lagi, terlihat samar samar tidak tampak kemarahan dalam wajahnya, dan ini sangat

melegakanku .
Dan yang lebih mengejutkanku adalah dia tidak menggeser bokongnya menjauhi tubuhku, tidak menyingkirkan penisku dari jepitan pahanya dan apalagi membetulkan

dasternya. Dia kembali memunggungiku meneruskan tidurnya, aku makin yakin bahwa sebelumnya mertuaku menikmati remasanku di payudaranya, hal ini menyebabkan aku

berani untuk mengulang perbuatanku untuk memeluk dan meremas buah dadanya. Tidak ada penolakan ketika tanganku menyelusup dan memutar mutar secara lembut

langsung keputing teteknya melalui kancing depan dasternya yang telah kulepas. Walaupun mertuaku berpura pura tidur dan bersikap pasif, tapi aku dengar

nafasnya sudah memburu.

Cukup lama kumainkan susunya sambil kusodokkan kemaluanku diantara jepitan pahanya pelan pelan, namun karena pahanya kering, aku tidak mendapat kenikmatan yang

memadai, Kuangkat pelan pelan pahanya dengan tanganku, agar aku penisku terjepit dalam pahanya dengan lebih sempurna, namun dia justru membalikkan badannya

menjadi terlentang, sehingga tangannya yang berada disebelah tangannya hampir menyetuh penisku, bersamaan dengan itu tangan kirinya mencari selimutnya menutupi

tubuhnya. Kutengok istri yang berada dibelakangku, dia terlihat masih nyenyak tidurnya dan tidak menyadari bahwa sesuatu sedang terjadi diranjangnya.

Kusingkap dasternya yang berada dibawah selimut, dan tanganku merayap kebawah CDnya. Dan kurasakan vaginanya yang hangat dan berbulu halus itu sudah basah.

Jari tanganku mulai mengelus, mengocok dan meremas kemaluan mertuaku. Nafasnya makin memburu sementara dia terlihat berusaha untuk menahan gerakan pinggulnya,

yang kadang kadang terangkat, kadang mengeser kekiri kanan sedikit. Kunikmati wajahnya yang tegang sambil sekali kali menggigit bibirnya. Hampir saja aku tak

bisa menahan nafsu untuk mencium bibirnya, tapi aku segera sadar bahwa itu akan menimbulkan gerakan yang dapat membangunkan istriku.

Setelah beberapa saat tangan kanannya masih pasif, maka kubimbing tangannya untuk mengelus elus penisku, walaupun agak alot akhirnya dia mau mengelus penisku,

meremas bahkan mengocoknya. Agak lama kami saling meremas, mengelus, mengocok dan makin lama cepat, sampai kurasakan dia sudah mendekati puncaknya, mertuakan

membuka matanya, dipandanginya wajahku erat erat, kerut dahinya menegang dan beberapa detik kemudian dia menghentakkan kepalanya menengadah kebelakang. Tangan

kirinya mencengkeram dan menekan tanganku yang sedang mengocok lobang kemaluannya. Kurasakan semprotan cairan di pangkal telapak tanganku. Mertuaku mencapai

puncak kenikmatan, dia telah orgasme. Dan pada waktu hampir yang bersamaan air maniku menyemprot kepahanya dan membasahi telapak tangannya. Kenikmatan yang

luar biasa kudapatkan malam ini, kejadianya begitu saja terjadi tanpa rencana bahkan sebelumnya membayangkanpun aku tidak berani.

Sejak kejadian itu, sudah sebulan lebih mertuaku tidak pernah menginap dirumahku, walaupun komunikasi dengan istriku masih lancar melalui telpon. Istriku tidak

curiga apa apa tetapi aku sendiri merasa rindu, aku terobsesi untuk melakukannya lebih jauh lagi. Kucoba beberapa kali kutelepon, tetapi selalu tidak mau

menerima. Akhirnya setelah kupertimbangkan maka kuputuskan aku harus menemuinya.
Hari itu aku sengaja masuk kantor separo hari, dan aku berniat menemuinya dirumahnya, sesampai dirumahnya kulihat tokonya sepi pengunjung, hanya dua orang

penjaga tokonya terlihar asik sedang ngobrol. Tokonya terletak beberapa meter dari rumah induk yang cukup besar dan luas. Aku langsung masuk kerumah mertuaku

setelah basa basi dengan penjaga tokonya yang kukenal dengan baik. Aku disambut dengan ramah oleh mertuaku, seolah olah tidak pernah terjadi sesuatu apa apa,

antara kami berdua, padahal sikapku sangat kikuk dan salah tingkah.
“Tumben tumbenan mampir kesini pada jam kantor?”
“Ya Bu, soalnya Ibu nggak pernah kesana lagi sih”
Mertuaku hanya tertawa mendengarkan jawabanku
“Ton. Ibu takut ah.. wong kamu kalau tidur tangannya kemana mana.., Untung istrimu nggak lihat, kalau dia lihat.. wah.. bisa berabe semua nantinya..”
“Kalau nggak ada Sri gimana Bu..?” tanyaku lebih berani.
“Ah kamu ada ada saja, Memangnya Sri masih kurang ngasinya, koq masih minta nambah sama ibunya.”
“Soalnya ibunya sama cantiknya dengan anaknya” gombalku.
“Sudahlah, kamu makan saja dulu nanti kalau mau istirahat, kamar depan bisa dipakai, kebetulan tadi masak pepes” selesai berkata ibuku masuk ke kamarnya.

Aku bimbang, makan dulu atau menyusul mertua kekamar. Ternyata nafsuku mengalahkan rasa lapar, aku langsung menyusul masuk kekamar, tetapi bukan dikamar depan

seperti perintahnya melainkan kekamar tidur mertuaku. Pelan pelan kubuka pintu kamarnya yang tidak terkunci, kulihat dia baru saja merebahkan badannya dikasur,

dan matanya menatapku, tidak mengundangku tapi juga tidak ada penolakan dari tatapannya. Aku segera naik keranjang dan perlahan lahan kupeluk tubuhnya yang

gemulai, dan kutempelkan bibirku penuh kelembutan. Mertuaku menatapku sejenak sebelum akhirnya memejamkan matanya menikmati ciuman lembutku. Kami berciuman

cukup lama, dan saling meraba dan dalam sekejap kami sudah tidak berpakaian, dan nafas kami saling memburu. Sejauh ini mertuaku hanya mengelus punggung dan

kepalaku saja, sementara tanganku sudah mengelus paha bagian dalam. Ketika jariku mulai menyentuh vaginanya yang tipis dan berbulu halus, dia sengaja membuka

pahanya lebar lebar, hanya sebentar jariku meraba kemaluanya yang sudah sangat basah itu, segera kulepas ciumanku dan kuarahkan mulutku ke vagina merona basah

itu.

Pada awalnya dia menolak dan menutup pahanya erat erat.
“Emoh.. Ah nganggo tangan wae, saru ah.. risih..” namun aku tak menghiraukan kata katanya dan aku setengah memaksa, akhirnya dia mengalah dan membiarkan aku

menikmati sajian yang sangat mempesona itu, kadang kadang kujilati klitorisnya, kadang kusedot sedot, bahkan kujepit itil mertuaku dengan bibirku lalu kutarik

tarik keluar.
“Terus nak Ton.., Enak banget.. oh.. Ibu wis suwe ora ngrasakke penak koyo ngene sstt”
Mertuaku sudah merintih rintih dengan suara halus, sementara sambil membuka lebar pahanya, pinggulnya sering diangkat dan diputar putar halus. Tangan kiriku

yang meremas remas buah dadanya, kini jariku sudah masuk kedalam mulutnya untuk disedot sedot.
Ketika kulihat mertuaku sudah mendekati klimax, maka kuhentikan jilatanku dinya, kusodorkan ku kemulutnya, tapi dia membuang muka kekiri dan kekanan, mati

matian tidak mau mengisap penisku. Dan akupun tidak mau memaksakan kehendak, kembali kucium bibirnya, kutindih tubuhnya dan kudekap erat erat, kubuka leber

lebar pahanya dan kuarahkan ujung penisku yang mengkilat dibibr vaginanya.

Mertuaku sudah tanpa daya dalam pelukanku, kumainkan penisku dibibir kemaluannya yang sudah basah, kumasukkan kepala penis, kukocok kocok sedikt, kemudian

kutarik lagi beberapa kali kulakukan.
“Enak Bu?”
“He eh, dikocok koyo ngono tempikku keri, wis cukup Ton, manukmu blesekno sin jero..”
“Sekedap malih Bu, taksih eco ngaten, keri sekedik sekedik”
“Wis wis, aku wis ora tahan meneh, blesekno sih jero meneh Ton oohh.. ssttss.. Ibu wis ora tahan meneh, aduh enak banget tempikku” sambil berkata begitu

diangkatnya tinggi tinggi bokongnya, bersamaan dengan itu kumasukkan ku makin kedalam nya sampai kepangkalnya, kutekan ku dalam dalam, sementara Ibu mertuaku

berusaha memutar mutar pinggulnya, kukocokkan penisku dengan irama yang tetap, sementara tubuhnya rapat kudekap, bibirku menempel dipipinya, kadang kujilat

lehernya, ekspresi wajahnya berganti ganti. Rupanya Ibu anak sama saja, jika sedang menikmati sex mulutnya tidak bisa diam, dari kata jorok sampai rintihan

bahkan mendekati tangisan.
Ketika rintihannya mulai mengeras dan wajahnya sudah diangkat keatas aku segera tahu bahwa mertua akan segera orgasme, kukocok ku makin cepat.

“Ton..aduh aduh.. Tempikku senut senut, ssttss.. Heeh mu gede, enak banget.. Ton aku meh metu.. oohh.. Aku wis metu..oohh.”
Mertuaku menjerit cukup keras dan bersamaan dengan itu aku merasakan semprotan cairan dalam vaginanya. Tubuhnya lemas dalam dekapanku, kubiarkan beberapa menit

untuk menikmati sisa sisa orgasmenya sementara aku sendiri dalam posisi nanggung.
Kucabut penisku yang basah kuyup oleh lendirnya knya, dan kusodorkan ke mulutnya, tapi dia tetap menolak namun dia menggegam penisku untuk dikocok didepan

wajahnya. Ketika kocokkannya makin cepat, aku tidak tahan lagi dan muncratlah lahar maniku kewajahnya.

Siang itu aku sangat puas demikian juga mertuaku, bahkan sebelum pulang aku sempat melakukannya lagi, ronde kedua ini mertuaku bisa mengimbangi permainanku,

dan kami bermain cukup lama dan kami bisa sampai mencapai orgasme pada saat yang sama .

TAMAT

Kebetulan Membawa Nikmat


Saya adalah seorang laki-laki kira-kira berumur 33 tahun, tinggi sekitar 172 cm dengan wajah lumayan (kata teman-teman). Saya sudah bekerja dan sekarang sedang menjalani tugas keluar kota yaitu Semarang. Kisah saya ini baru terjadi sebulan yang lalu. Pada saat itu saya sedang melakukan perjalanan dari Semarang ke Jakarta naik kereta api Argo Bromo. Dari Semarang kira-kira jam 12.00 siang. Kebetulan saya duduk berdampingan dengan seorang wanita kira-kira berumur 35 tahunan. Wajahnya tidak begitu cantik, tetapi potongan tubuhnya begitu seksi dengan pakaian kaos atas berlengan panjang dengan belahan leher yang agak ke bawah dan celana sedikit longgar.

Dadanya begitu menonjol dengan memperlihatkan garis belahan dada yang putih bersih. Saya memperkirakan ukuran susunya 36B. Setelah menaruh tas yang tidak begitu besar, dia duduk di sebelahku dan menyapa,
“Selamat siang Dik.”
“Selamat siang juga Bu…” jawabku.
“Adik mau ke mana?” tanyanya.
“Mau ke Jakarta Bu, kalau Ibu?” tanyaku balik.
“Kalo gitu kita sama”, jawabnya.

Begitulah perjalanan sampai akhirnya kereta api sudah hampir sampai di Stasiun Jatinegara, dia menyapaku kembali,
“Turun di mana Dik?”
“Jatinegara, Bu?” kataku sambil bertanya lagi.
“Saya juga turun di Jatinegara.” “Kalo gitu kita bisa sama-sama turun”, katanya.

Pada waktu dia mengambil tasnya dari atas tempat duduk, sementara saya masih duduk, terlihatlah tonjolan buah dadanya yang kelihatan tambah besar karena tertarik tangannya ke atas. Saya sudah membayangkan betapa nikmatnya orang yang dapat meremasnya.
“Adik naik apa?” tanyanya kembali.
“Mungkin naik taksi Bu”, jawabku.
“Saya juga naik taksi”, katanya.
“Tapi saya agak takut sebetulnya kalo sendirian, karena kata orang di Jakarta kalo naik taksi sendirian berbahaya”, katanya lagi.

Pucuk dicinta ulam tiba. Tawaranya saya sambut dengan buru-buru.
“Kalau tidak keberatan boleh saya antar.” Dan kebetulan arah kami agak searah sehingga tidak ada alasan dia menolaknya. Singkat kata, kami sudah berada dalam satu taksi. Tiba-tiba tangannya dijatuhkan ke pahaku seperti sengaja dan tidak sengaja, saya agak kaget. Dia kelihatannya tahu dan minta maaf.
“Maaf ya Dik… nggak sadar.”
“Oh, nggak apa kok Bu”,
“Jangan panggil Bu, Mbak gitu lho”, katanya.

Sampai di rumahnya, saya dipersilakan masuk. Saya turuti kemauannya. Dia kemudian masuk dan keluar sudah dengan pakaian yang lain. Atasannya adalah kaos ketat dengan model you can see, sehingga buah dadanya kelihatan makin aduhai, apalagi dilihat dari samping, kelihatan daging menonjol putih meskipun tidak terlalu banyak. Sedang bawahannya rok span di atas lutut, sehingga kakinya yang kuning langsat mengundang birahi siapa yang melihatnya. Terus terang saya bengong sampai dia menyapa,
“Ayo Dik diminum, kok bengong aja.”
“Suami Mbak ke mana?” tanyaku untuk mengalihkan kebengonganku.
“Oh.. dia masih nganterin anak ke kursus Bahasa Inggris, nanti pulangnya kira-kira jam 21.00 (pada saat itu masih jam 18.15). Sambil berbicara, dia merebahkan pantatnya didekat tempat duduk saya, sehingga tonjolan buah dadanya tersentuh oleh siku saya. “Aduh mak”, batin saya.

Kemudian saya pura-pura mengambil korek api yang ada di dekat dia duduk, sehingga tangan saya melintang ke depan dia dan tersentuh kembali buah yang besar itu, dia diam saja. Tiba-tiba tanpa kusadari, tangan kananku sudah melingkarkan ke lehernya dan dia diam saja. Akhirnya dengan kenekatan luar biasa, kucoba mencium bibirnya dan membalasnya. Di luar dugaan, dia langsung pagut bibir saya dan lidahnya menari-nari di dalam mulut saya “Aah.. aaah.. aah..” Saya langsung singkap kaos tanpa lengannya, dan kutarik ke atas BH- nya, maka keluarlah dua buah dada yang besar dan putih dengan putingnya berwarna merah kehitam-hitaman. Ukuran putingnya kecil untuk ukuran wanita seusianya. Kuelus-elus buah dadanya dan kupilin putingnya. “Aah.. ah… aduh… heh… heh…” Tangan kanannya tidak kalah galaknya, mulai menyusup ke celana dalam saya dan langsung menggenggam penis saya yang masih di dalam. Tangan kirinya membuka retsluiting celana saya dan kemudian kedua tangannya memelorotkan celana panjang dan CD saya sampai penis saya keluar dengan tegaknya. “Aauuu…” aku merintih nikmat.

Kemudian tangan kanan saya mengusap perut dan akhirnya ke lubang kemaluannya. Aduh mak sudah basah. “Dik, terus dik jangan dilepas Dik… aaahhk… ahhh”, dia mengerang kenikmatan ketika tanganku mulai mempermainkan klitorisnya. “Uugh… ugh…. ahhhh… aduh… aku sudah nggak tahan Dik… masukkan sekarang ya…” katanya. “Baik Mbak”, jawabku.

Kemudian aku menindihnya sementara dia berbaring di kursi panjang dengan sebelah kakinya terjuntai ke lantai, sehingga lubang kemaluannya yang kelihatan sudah basah dengan klitorisnya yang memerah kelihatan sekali. Aku mulai memasukkan penisku ke dalam liang kemaluannya dan “Aagh… agh… agh… terus Dik sampai dalam, agh… agh..” Aku terus memompa dan memompanya dan… “Aduh Dik aku sudah nggak tahan… aku mau ke…” erangya. “Tahan dulu Mbak…” Kemudian kemaluanku kucabut dari lubang kemaluannya dan mulutku kudekatkan ke lubang kemaluannya, dan kusedot klitorisnya sampai dia menggelinjang-gelinjang nggak karuan dan tidak berapa lama, “Aaahh… heh… heh…” napasnya tersengol-sengol. Kemudian penisku kumasukkan ke liang kemaluannya dan kupompa-pompa dan ganti aku yang mencapai klimaksnya dan, “Aaaghhh… ahhh aduh… Mbak nikmat sekali Mbak”, kataku. “Aku juga Dik.” Kemudian kami saling membereskan diri masing-masing.

Kemudian hari-hari selanjutnya kami isi dengan pertemuan-pertemuan rutin hampir tiap hari dan kebanyakan pertemuan di hotel-hotel atau di motel-motel yang lebih bebas. Kini bukan lagi rasa hanya sekedar iseng tetapi aku sudah kena hatiku yang paling dalam yaitu cinta, meskipun aku sudah beristeri. Aku tidak tahan kalau tidak bertemu sehari saja. Alasan selalu dapat aku cari saat-saat jam kantor, sehingga tidak membuat curiga isteriku. Sehingga pada suatu saat, kami bertemu dan sewa kamar hotel.

“Dik Rully…” katanya lembut.
“Ya, Mbak…” kataku.
“Aku sebetulnya ma.. mau mengatakan sesuatu.”
“silakan Mbak.. masalah apa?” tanyaku.
“Masalah kita berdua.”
“Aku sebetulnya mulai merasakan cinta kepada Dik Rully, rasanya aku sudah bukan iseng lagi”, katanya agak tidak bersuara.
“Aku juga begitu Mbak…” jawabku sambil tanganku merangkul lehernya saat kami bersandar di tempat tidur hotel.
“Tapi”, katanya.
“Tapi apa Mbak? tanyaku nggak sabaran.
“Aku harus meninggalkan kota Jakarta untuk ikut suami di Surabaya.
Dia di Jakarta hanya bersama anaknya yang masih SD, sedangkan suaminya bekerja di Surabaya.

Kami terdiam untuk beberapa saat. Tiba-tiba aku dipeluknya dengan erat sambil berkata, “Dik, ini pertemuan terakhir kita, tolong puaskan Mbak ya…” pintanya sambil menciumku. “Ya… Mbak..” aku juga membalas ciumannya dan kami saling berpagut. Lidah kami saling beradu. Tanganku mulai menelusuri T-shirtnya yang ketat tanpa BH, (sudah disiapkan dari rumah), dan menariknya ke atas, sehingga susunya yang besar mencuat keluar. Tanpa menunggu lagi tanganku sudah meremas kedua buah besar tadi. Kupilin-pilin putingnya, “Aahk… ahk… Dik… enak Dik.” Kemudian kepalaku kutundukkan dan bibirku mencium dan menyedot puting dengan perlahan dan lemah lembut sambil tangan kananku mulai meraba perut, turun ke bawah dan menyentuh celana dalamnya yang sudah basah, “uhk… uhk… ahk… Diikk… terus Dik enak ehm… ehm ahk…” dia melenguh nggak karuan. Kemudian dia mulai bereaksi, tangannya dengan nggak sabar membuka ritsluiting celanaku dan mengeluarkan penisku yang sudah tegang dan pucuknya sedikit basah.

Ditariknya penisku dan dimasukkan ke dalam mulutnya yang sebelumnya belum pernah dia lakukan. “Augh…” Aku mendesah kenikmatan. “Mbak… kotor Mbak…” kataku. “Nggak apa Dik untuk perpisahan kita.” Dia tidak perduli dan mengulumnya dan mengocok penisku dengan mulutnya. Aduh rasanya seperti di awang-awang. Aku juga tidak sabar lagi dan kuturunkan kepalaku sampai mencapai liang kemaluannya dan kucium, kujilat, kemudian kukulum klitorisnya sampai dia mengerang kenikmatan, “Aahk… ahk… ahk… Dik… ahk… aku nggak tahan Dik…” Aku juga nggak perduli terus kuhisap itu klitorisnya, “Ahk… ahk… terus seperti itu. “Dik… masukkan ya… aku sudah nggak tahan… aughk…” saat kusedot klitorisnya, dan “Aaaahhh… Dik aku mau keluar Dik… tahan Mbak…” sambil aku membalikkan badanku sehingga aku menindihnya dan kucium bibirnya kembali sambil batang kemaluanku mencari-cari lubang kemaluannya dan sleeep, penisku masuk ke lubang kemaluannya dan “Aahk… ahk…” bibirku menyedot puting susunya yang kecil agak kehitam-hitaman, “Auh… auh… auh…” Nggak berapa lama, “Aaahhh… aku keeeluuarrr ahhhhaahhh…” bersamaan dengan itupun aku juga memuncratkan air maniku ke rahimnya dan “Aaagh… aahhh… Mbak, Mbak… aku juga keluar.” Kemudian tubuh kami menggeletak dengan lemas. “Dik… terima kasih ya”, katanya. “Aku juga terima kasih Mbak.

2 hari kemudian aku bertemu lagi dengannya dan mengulangi pergumulan hebat seperti kemaren lagi…


TAMAT